
Newstara.com JAKARTA – Ketua DPP Partai Demokrat Agus Harimukti Yudhoyono (AHY) mengatakan ada ancaman serius dalam upaya gerakan kudeta untuk melengserkannya dari kursi pucuk pimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional. Bahkan, lebih parahnya AHY mengaku para pelaku adalah diduga para mantan kader Demokrat yang dibekingi oleh salah satu pejabat Pemerintahan Joko Widodo- Ma’aruf Amin.
“Ada upaya pengambilan kepemimpinan secara paksa di tubuh Partai Demokrat, dan kami sudah berbicara dengan saksi serta berbagai testimoni. Bahkan, diduga ada keterlibatan pejabat penting pemerintahan yang berada dalam lingkaran pejabat terdekat Presiden Jokowi, dan diduga telah mendapat dukungan salah satu Menteri Presiden Jokowi,” tutur AHY dalam keterangan Persnya pada Senin sore, (01/02/2021) dan disiarkan secara live melalui akun media sosialnya.
Saat ini, AHY bersama pimpinan partainya telah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klaraifasi resmi atas berita dan informasi miring tersebut.
“Mengambilalih kepemimpinan Demokrat secara inkonstitusional, dan ini bisa saja terjadi dengan Partai lainnya, dan kami menerima aduan dari pengurus pusat dan daerah bahwa gerakan ini didukung oleh segelintir orang, yang melakukan gerakan manufer politik,” ujar AHY dalam keterangan pers yang dihadiri oleh redaksi Newstara.com
“Pelaku merupakan mantan kader Demokrat dan gabungan pelaku ini ada 5 orang, yakni satu orang kader Demokrat aktif, satu orang kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, satu orang kader yang diberhentikan sembilan tahun lalu karena kasus korupsi, dan satu orang lagi mantan kader yang diberhentikan 3 tahun lalu,” sambungnya.
“Dan sedangkan satu orang lagi adalah pejabat tinggi dalam pemerintahan dan saat ini kami minta klarifikasi kepada Presiden Jokowi terkait keterlibatan salah satu pejabatnya, karena kami sebagai pimpinan partai merasa tidak nyaman atas ajakan atau upaya pergantian kepemimpinan partai Demokrat secara paksa,” sambungnya lagi.
AHY mengatakan tujuan pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat ini bertujuan nantinya Partai Demokrat akan dijadikan sebagai kendaraan politik menuju pemilihan Presiden periode 2024 mendatang. Sementara, konsep kudeta itu dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) dengan menghadirkan 360 orang suara yang harus diajak atau dipengaruhi dengan imbalan uang dalam jumlah besar.
“Dan pelaku meyakini bahwa gerakan ini sukses karena telah mengklaim telah mendapat dukungan dari pejabat tinggi negara, namun saya merasa ini tidak mungkin dilakukan oleh para pejabat negara yang kami dan dan rakyat sangat hormati, dan sampai hari ini kami masih berharap bahwa berita itu tidak benar,” ujarnya.
Menurutnya, gerakan pengambilalihan atau kudeta pucuk pimpinan Partai Demokrat itu sebenarnya sudah diketahuinya sekitar sebulan lalu, dan tidak menduga persoalan tersebut menjadi besar. Bahkan ada keterlibatan eksternal dalam lingkar kekuasaan dimana informasi yang masuk secara beruntun dalam minggu-minggu terakhir ini.
“Saya menganggap ini bisa diselesaikan secara internal, namun dalam minggu terakhir banyak informasi masuk secara beruntun, dan akhirnya kami pun melakukan penyidikan secara mendalam, awalnya kami tidak percaya saat disebutkan salah satu pejabat itu, dengan latar belakangnya yang baik, namun delapan saksi mengatakan telah bertemu dengan pejabat pemerintahan itu dan mendengar sendiri rencana tersebut,” tuturnya.
“Dengan ada gerakan inkonstitusional ini maka kami harus mempertahankan kedaulatan partai kami, dan tidak ada satupun partai politik yang setuju diambil paksa secara inkonstitusional, dan kami akan tempuh secara adil dengan berdasarkan pada UU dan iktiar politik yang mengedepankan nilai-nilai dan moral, namun InsyaAllah kami konsisten menempuh cara-cara yang damai dan beradab bukan kekerasan serta membuat kegaduhan,” tutupnya.
Reporter: Mufreni
