Newstara.com TANJUNG SELOR – Keterlibatan dugaan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) setingkat eselon II atau jabatan struktural saat menghadiri Deklarasi Relawan Sahabat Irianto di Kabupaten Nunukan-Kalimantan Utara (Kaltara) beberapa waktu lalu, cukup membuat publik terkejut karena beredar foto-foto dan video di sosial media (Sosmed) dan Group-group Whatsapp.
Dimana terlihat hadir pejabat Sekretaris Provinsi Kaltara Dr Suriansyah di acara tersebut. Lalu, adanya kiriman video lain yang terlihat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdibud) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) Sigit Muryono.
Terlihat pada foto-foto tersebut yakni Sekprov Kaltara saat berfoto bersama kandidat, lalu beredar pula video berdurasi 03.59 menit dimana terlihat salah satu pejabat Kepala Dinas (ASN) yang bernyanyi lalu di ikuti relawan lainnya yang diduga malam sebelum acara deklarasi atau sesudah acara deklarasi tersebut.
Pengamat Sosial Media & Politik yang juga Intelektual Pemuda Muhammadiyah Kaltara, Fajar Mentari menyebutkan bahwa apa yang dilakukan pejabat Sekprov itu jelas melanggar aturan sebagai ASN, karena selaku pembina tertinggi di kepegawaian, mestinya sadar dan mampu menjaga netralitas.
“Jika benar ia melakukan kegiatan yang nuansanya politik praktis, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan melanggar UU ASN dan PP tentang PNS, dimana dalam aturan tersebut disebutkan, ASN dituntut untuk menjadi netral,” tutur FM kepada Newstara.com pada Senin siang (10/02/2020)
“Sekali lagi ini melanggar aturan, terlepas belum masuk tahapan, sebab saat ini status Sekprov masih sebagai ASN aktif, tapi dia tetap hadir dalam acara yang bermuatan politik praktis tersebut,” tambahnya.
Menurutnya, sudah menjadi kode etik ASN untuk tidak boleh berpihak dan tidak melakukan politik praktis. Bahkan meski cuti sekalipun, karena seorang ASN tidak boleh hadir di acara politik apapun alasannya, karena statusnya sebagai ASN aktif itu melekat. Apalagi masih di lingkungan Provinsi Kaltara yang notabene adalah wilayah kewenangannya dimana jabatan strategis seorang Sekprov memiliki kekuatan untuk melakukan intervensi ke bawahannya.
“Sekarang memang belum masuk tahapan Pilgub Kaltara sehingga tidak bisa dijatuhkan sanksi oleh Bawaslu mungkin yah, namun proses sanksi bisa dilakukan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sebab saat ini belum terhitung masa kampanye,” ucapnya.
FM menyebutkan seharusnya Bawaslu Kaltara memiliki kewajiban melakukan pengawasan terhadap potensi-potensi pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN, dan TNI/Polri. Meskipun belum masuk dalam tahapan Pemilu, tetapi pra tahapan pun Bawaslu hendaknya tidak tinggal diam, lakukan kajian hingga memunculkan rekomendasi ke KASN.
“Bawaslu mempunyai tanggung jawab penuh untuk menjamin netralitas PNS dan TNI/Polri, meskipun Pilgub Kaltara masih belum masuk dalam tahapan kampanye,” ucapnya.
“Masyarakat jangan gagal paham memaknai netralitas ASN yang juga memiliki hak politik. Netralitas ASN itu memang tidak seperti netralitas TNI dan Polri, karena ASN tetap memiliki hak politik, namun bukan berarti ASN turut bermain di lingkaran politik praktis. Hak politik ASN hanya boleh digunakan sebatas memilih calon yang di usungnya saja, tidak boleh lewat dari batas itu, dengan kata lain netralitas ASN yang dimaksud adalah senantiasa menjaga independensi pemerintah dalam hal politik praktis,” tambahnya.
Belum masuk tahapan kampanye maka ASN tetap harus wajib menjaga netralitasnya, maka ketika yang bersangkutan terlibat dalam politik praktis dengan datang ke deklarasi relawan salah satu balon, serta sempat mengepalkan tangan di sana, tentu mengindikasikan ketidak netralan, dan jelas bahwa aturan ASN tersebut tidak boleh dan sangat tidak dibenarkan.
“Idealnya pejabat tertinggi di kepegawaian ASN provinsi bisa memberi contoh dalam hal mencegah, bukan justru terkesan membenarkan dan mengajak ASN lain untuk tak masalah jika terlibat dalam politik praktis, mestinya peran utama beliau adalah menyosialisasikan netralitas ASN dalam penyelenggaraan Pilgub mendatang. Langkah menjaga ASN tidak terlibat dalam kampanye, baik itu sebagai relawan maupun sebagai tim kampanye,” ucapnya.
“Jika sekelas Sekprov saja berani tampil di acara kandidat, maka tidak menutup kemungkinan acara tersebut juga dihadiri oleh ASN lainnya, atau bahkan banyak, tidak terkecuali Kepala-kepala dinas yang sekilas nampak terekam kamera. Kalau mau ikut politik praktis, ya mundur saja dari ASN,” tutupnya.
Aturan main ASN dalam tepat menjaga netralitasnya memiliki dasar yang kuat, antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 2 huruf f bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun..
2. Undang-Undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Pilkada juga memuat larangan pasangan calon agar tidak melibatkan ASN anggota Polri dan anggota TNI, dan Kepala Desa atau perangkat Desa lainnya.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)….. Disini dimuat sanksi bagi PNS yg ikut terlibat berpolitik praktis (lihat Pasal 15 ayat (1)).
4. PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS
5. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 21 Tahun 2010 tengang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor: 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
Reporter: Aldi S