Newstara.com TARAKAN – Pengamat Social Media (Sosmed) dan Politik Kaltara, Fajar Mentari S.Pd menyayangkan kegiatan Indonesia Color Run (IDCR) 2020, diselenggarakan pada tanggal 29 Februari hingga 01 Maret 2020 atau hampir mirip dengan hari perayaan solidaritas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Namun, kegiatan anak muda yang dipusatkan di Taman Berkampung Tarakan itu, tetap di apresiasi karena pihak penyelenggara merespon penolakan hingga kritikan, ide dan saran dengan mengubah konsep acara yang sebelumnya menggunakan tepung warna-warni.
“Saya mohon agar jangan dimaknai bahwa ini adalah sebuah pengadilan terhadap sebuah kreativitas pemuda tetapi hanya sekedar mengingatkan teman-teman penyelenggara bahwa jangan sampai hanya euforia yang justru berujung pada destruktif lalu kemudian berbicara terkait masalah konsep,” ujarnya kepada Newstara.com pada Jumat siang, (17/01/2020) di Warung Ijo Karang Balik Tarakan.
“Sebenarnya kami sudah tidak mempersoalkan jenis kegiatannya, karena menurut kami jenis kegiatannya sudah sangat baik hanya saja sedari awal kegiatan ini seperti kita ketahui salah pada tanggalnya yang belum berubah,” tambahnya.
Salah satu tokoh Pemuda Muhammadiyyah Tarakan ini berucap penyelenggara seolah-olah mengambil momentum yang tidak tepat membawa tanggal 1 Maret yang merupakan hari perayaan nasional bagi kelompok LGBT. Walaupun, sebelumnya ditambah dengan tepung warna-warni tersebut, sehingga terkesan menggunakan budaya luar dan memperingati hari LGBT secara tidak langsung.
“Kalau mau memperingati hari budaya, kenapa tidak sekalian ambil momen pas hari kebudayaan lokal di Tarakan, kenapa harus memirip miripkan dengan budaya luar, apakah ini sebuah kebetulan atau ada unsur kesengajaan,” tutur FM.
“Nah kalau kita, saya dan panitia hingga masyarakat, saya anggap kita semua cerdas dan agar tidak memunculkan persepsi tersebut, saya menyarankan sebaiknya panitia segera mengantisipasinya, karena jangan sampai acara yang sudah dikemas rapi dan baik, namun cacat karena pada saat pelaksanaannya rusak dan anggapan orang ternyata jadi benar-benar terjadi,” tambahnya.
FM menambahkan kegiatan color run bisa berimplikasi pada mengarah pembebasan aqidah seseorang, karena sebagian besar pesertanya adalah pemuda pemudi muslim. Namun, jika peserta non muslim maka tidak akan menjadi persoalan karena masing-masing akan menghormati dan toleran dengan kepercayaan atau keyakinan yang berbeda.
“Kami menghargai keyakinan lain, sehingga kami juga setidaknya ya dihargai lah, karena kami tidak ingin para pemuda-pemudi kami lepas kontrol dan akidahnya dengan perayaan-perayaan hura-hura seperti itu, apalagi anggapan orang mirip merayakan hari LGBT,” tutupnya.
Reporter : Aldi S