Newstara.com TARAKAN – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Erick Hendrawan didiskualifikasi menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan melakukan pemilihan ulang hanya untuk daerah pemilihan (Dapil) Tarakan Tengah atau Tarakan 1, serta tidak mengikutsertakan nama Erick Hendrawan Septian Putra dari Partai Golongan Karya (Golkar).
Sebelumnya, terjadi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) legislatif yang terjadi di daerah pemilihan Tarakan Tengah (Dapil 1), dimana pemohon adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, pada Kamis sore,(06/06/2024) atas putusan sengketa pileg Nomor 226-01-17-24/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024.
Pemohon mendalilkan terjadinya pelanggaran administratif Pemilu yang dilakukan oleh Calon Anggota Legislatif (Caleg) atas nama Erick Hendrawan Septian Putra dari Partai Golongan Karya (Golkar).
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara sengketa pileg.
Hasil putusan MK sebagai berikut saudara Erick Hendrawan Septian Putra didiskualifikasi dan memerintahkan KPU segera melakukan pemungutan suara ulang (PSU) hanya untuk satu jenis surat suara, yakni surat suara DPRD Kabupaten/Kota tanpa mengikutsertakan Erick Hendrawan Septian Putra.
KPU diberi waktu paling lama 45 hari sejak putusan a quo diucapkan untuk menggelar PSU dan menetapkan perolehan suara hasil pemilihan calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Kota Tarakan 1 tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah.
Adapun dalam pertimbangan hukum, Mahkamah menilai, Erick Hendrawan Septian Putra tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD Kota Tarakan Dapil Tarakan 1, karena terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 tahun dan belum memenuhi ketentuan masa jeda 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
“Yang bersangkutan tidak secara jujur atau terbuka mengumumkan kepada publik mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana. Oleh karena itu, Erick Hendrawan Septian Putra harus dinyatakan tidak lagi memenuhi,” tutur Suhartoyo. (***)