Newstara.com – TARAKAN – Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNP-PAN) Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari,S.Pd, merasa kecewa dengan keputusan Bawaslu atas dugaaan penyalahgunaan wewenang oleh petahana H. Irianto ambrie beberapa waktu lalu saat menerima penghargaan swasta dari MNC Group untuk pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilukada.
“Kalau memang peraturan itu dibuat untuk sengaja dilanggar dan agar terjadi pembiaran atas segala pelanggaran, mending hapus saja peraturannya, atau bubarkan saja Bawaslu Kaltara jika sumpah amanahnya tidak dapat dipegang teguh dan suatu kesia-siaan”, tutur Fajar Mentari.
“Saya menilai wasit (Bawaslu Kaltara, red) tidak getol dan serius dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Pertama tidak adanya teguran peringatan awal sejak pak Irianto bagi-bagi uang dalam amplop peruntukan bantuan Covid-19. Yang disesalkan ironisnya di amplop bertuliskan ‘BANTUAN GUBERNUR KALTARA’, padahal hasil dari patungan pegawai Pemprov. Mungkin lebih elegan jika mengatasnamakan ‘Keluarga Besar Pemerintah Provinsi Kaltara’, karena selain bukan murni dana Pemrov, itu dana patungan, dan pak Irianto seharusnya jangan melawan lupa, bahwa H. Udin Hianggio masih berstatus sebagai Wakil Gubernur yang sah di mata hukum”, sambungnya.
Selain itu ada beberapa hal yang harusnya Bawaslu cermati lebih dalam dan jika memang ada pelanggaran yang dilakukan petahana, harusnya diberikan peringatan atau teguran. Fajar Mentari menuturkan etika dan kepatutan seorang pemimpin Kaltara perlu disoroti.
“Bicara soal etika tentu tidak lain bicara soal kepatutan, antara yang patut atau tidak patut. Jadi menurut saya, itu bukan teladan yang patut dilakukan oleh seorang pemimpin Kaltara. Harusnya Bawaslu memberikan teguran pengantar agar kejadian sejenisnya tidak terulang lagi dan lagi. Demikian pun sebagai peringatan bagi calon lain agar tidak ikut-ikutan. Di samping itu, ada embel-embel kalender bergambar pak Irianto dan buku capaian program pemerintah yang hanya dibagikan kepada khusus mereka yang memperoleh bantuan Covid-19, kenapa tidak dibagikan kepada umum, ini artinya tersirat indikasi nuansa politis. Memang hal itu tidak melanggar secara administrasi, tetapi melanggar secara etika, sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa pak Irianto adalah salah satu bakal calon yang bersaing di Pilgub Kaltara 2020, dan sebenarnya itu sudah masuk enam bulan sebelum penetapan calon, namun diundur lantaran kita dilanda bencana nasional Covid-19” ucapnya.
“Sementara saat Hari Raya Idul Adha yang juga sudah masuk enam bulan sebelum penetapan calon, ramai di media sosial seseorang menggunakan baju berlogo Iraw juga bagi-bagi amplop berisi uang 50.000 rupiah di salah satu tempat pemotongan hewan qurban, serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) bertuliskan ‘BANTUAN GUBERNUR KALTARA’. Mestinya atas nama pemerintah dan beserta logonya, lengkap menyertakan sumber dananya, semisal BLT harus ditulis ‘BLT’, jadi masyarakat umum bisa mengatahui programnya. Secara etika jelas salah, apalagi ini sudah masuk tahapan Pilkada, sehingga sangat pantas dianggap sebagai kampanye terselubung. Dan bukti lain juga saya peroleh dari salah satu kenalan saya di kawasan Juata Kerikil, Tarakan mendapat pesan singkat dari teman lainnya, yang berisi dirinya memperoleh bantuan tersebut dan bahkan disisipkan sticker Paslon Iraw hingga dijanjikan ditambah lagi jika mencoblos Iraw, dan saya diperlihatkan foto buktinya. Hanya saja batas waktu melapor hanya 7 hari terhitung sejak kejadian perkara, sehingga otomatis bukti sudah kehilangan kekuatan hukum jika dilaporkan,” ungkap Fajar.
Dengan beberapa kasus tersebut sudah seharusnya Bawaslu melakukan peringatan terhadap petahana, sehingga kenetralan Bawaslu pada pilkada Kaltara tidak tercoreng dan juga calon lain tidak merasa dirugikan.
“Atas temuan bukti diduga pelanggaran seharusnya Bawaslu jangan pura-pura tutup mata, mestinya Bawaslu hadir dalam melakukan pengawasan yang lebih ekstra salah satunya pengawasan dengan memanfaatkan media sosial, salah satunya membentuk tim khusus yang memang ditugaskan pada pengawasan di media sosial. Dan mengenai tugas dan kewenangan dari Bawaslu sebagai institusi pengawas Pemilu terlihat sangat terbatas dalam memainkan peran yang lebih strategis lagi pada penyelenggaraan Pemilu,” pungkasnya.
Perlu diketahui, Pelaksanaan program dan kegiatan Bawaslu dalam rangka pelaksanaan fungsi dan pencapaian kinerja dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. Sebagai lembaga yang menggunakan anggaran Negara dalam melaksanakan program dan kegiatannya serta untuk tetap mengedepankan sistem keterbukaan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Guna meminimalisir dan menekan potensi pelanggaran dalam Pilkada oleh calon petahana, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengeluarkan surat edaran (SE) Nomor 273/487/SJ tentang Penegasan dan Penjelasan Terkait Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Larangan ini sesuai Pasal 71 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Ini adalah upaya preventif, jangan sampai di kemudian hari ada kepala daerah terutama petahana yang menyalahgunakan wewenang dengan melakukan pergantian jabatan, mutasi, dan lain sebagainya. Ada larangan menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon. Dengan demikian, surat edaran tersebut harus menjadi rambu-rambu dan dipedomani oleh para kepala daerah, terutama yang akan maju kembali pada Pilkada 2020. Tidak hanya itu, pelayanan publik juga dipastikan harus terus berjalan dan jangan sampai berkurang kualitasnya hanya karena pelaksanaan Pilkada 2020.
Reporter : Aldi S.