Newstara.com TARAKAN – Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara Provinsi Kalimantan Utara (LN-PPAN Kaltara), Fajar Mentari menyebutkan DPRD Kaltara tidak konsisten dalam mengambil keputusan rapat paripurna dan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) untuk Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Kaltara Tahun 2019. Seharusnya hal itu menjadi bahan evaluasi kinerja Pemerintahan kedepan, terutama dalam menyusun program dan penganggaran.
Salah satunya yang menjadi sorotan adalah penganggaran pembangunan Guest House Kaltara yang berlokasi di Kota Tarakan. Padahal sebelumnya Pansus pernah merekomendasikan pemerintah provinsi untuk menghentikan sementara pembangunan dan penganggarannya pada APBD. Namun, anggaran tahun 2021 justru kembali dilanjutkan.
FM menyebutkan pada laman LPSE Provinsi Kaltara terlihat pengumuman tender pembangunan Guest House senilai Rp 36 miliar.
“Tidak ada peribahasa lain yang bisa saya gunakan selain ‘menjilat ludah sendiri’, karena hanya peribahasa ini yang memang sudah menjadi istilah baku untuk pernyataan ‘tidak konsisten’. Ini kan cuma peribahasa,” tutur FM.
“Saya tidak habis pikir mengapa proyek Guest House dianggarkan lagi, padahal kemarin mereka mencak-mencak menolak agar kelanjutan pembangunan Guest House untuk beberapa tahun ke depan itu dihentikan karena alasan memperhatikan asas manfaat secara prioritasnya,” sambungnya.
Menurutnya, analisis, kajian, tinjauan lapangan, dan pendalaman materi terhadap laporan itu tidak matang dong alias abal-abal, kesimpulan penyampaian rekomendasi Pansus itu tidak bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan, berapa poin dalam proyek itu justru meminta kajian ulang kelanjutan pembangunan.
“Anggaran yang dibutuhkan terlalu besar dan tidak berdampak dalam waktu dekat jadi sebaiknya dihentikan. Karena perintah Mendagri dan Undang-undang, serta keuangan pada saat refocusing agar anggaran tidak bermanfaat ditangguhkan terlebih dahulu,” ujar FM.
FM menilai, Guest House akan berdampak pada bisnis perhotelan di Kota Tarakan, juga biaya perawatannya tidak kecil. Bahkan, biaya diprediksi biaya perawatan lebih besar ketimbang biaya pelayanan tamu pejabat penting negara yang kunjungannya sangat jarang.
“Itu kan untuk menginap pejabat negara dan presiden, mereka kan tidak setiap hari datang. Kalau pun setiap bulan datang, ada hotel untuk tempat inap layak standar. Belum lagi lokasinya yang tidak strategis, jalannya sempit,” ucapnya.
“Toh ini sifatnya boleh diadendum. Apabila ada temuan yang dianggap keliru, tidak logis, tidak sesuai, tidak prioritas, tidak efektif, tidak bermanfaat, itu bisa di-cut off. Jangankan yang belum dikerja, yang dalam proses pengerjaan saja bisa di adendum kok. Atau gini aja deh biar fair, coba disayembarakan apa sih keuntungan Guest House dengan anggaran puluhan miliar untuk 5 sampai dengan 10 tahun akan datang?,” Sambungnya.
Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kaltara untuk LKPj Gubernur Kaltara Tahun 2019, menilai pembangunan Guest House di Tarakan merupakan pemborosan anggaran dan belum berdampak ke masyarakat dalam waktu dekat serta dapat mematikan usaha warga.
Besarnya anggaran dalam proyek itu, membuat Pansus merekomendasikan agar tidak dilanjutkan anggarannya pada tahun 2021, lantaran asas manfaat yang dinilai saat ini belum bisa dirasakan masyarakat. Bahkan, proyek itu dapat merusak tatanan ekonomi masyarakat yang selama ini sudah terbangun.
Sebagaimana hasil rapat paripurna 27 Mei 2020, Ketua Pansus DPRD Kaltara, H. Khaeruddin Arief Hidayat SE M.Si menyampaikan bahwa awalnya Guest House tersebut akan dibangun di depan RSUD Kaltara di Tarakan, namun karena ada lantung minyak maka diadakan pengkajian lapangan, bahkan amdalnya tidak memungkinkan, sehingga lokasi berpindah ke Kelurahan Karang Harapan, tepatnya di belakang kantor lurah.
“Waktu itu Pansus pun mengkritisi Pemprov Kaltara karena salah memilih lokasi yang dinilai kurang strategis. Apa karena cuma di sana ada tanah pemkot? Kenapa harus dipaksanakan? Kenapa tidak cari tempat yang lebih strategis?,” ucap FM.
Pembangunan Guest House kabarnya memakan anggaran Rp 23 miliar yang dikerjakan oleh kotraktor PT. Trinanda Karya Utama, dan karena dilakukan pemindahan lokasi proyek maka seharusnya pembiayaan masih bisa lebih ditekan.
Bahkan, informasinya bahwa untuk melanjutkan proyek Guest House maka dibutuhkan anggara hingga Rp 40 Miliar, dan belum termasuk perlengkapan tambahan untuk standar sebuah penginapan yang diperkirakan juga menelan anggaran pengadaan hingga Rp 30 miliar.
“Artinya kalau itu tidak dikerjakan, tidak dimanfaatkan 5-10 tahun akan datang, tidak ada yang mati,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu anggota Pansus DPRD Kaltara, Yancong.S.Pi pada saat kunjungan ke Guest House untuk melihat langsung fisik pembangunan, Yancong menyebut lokasinya cukup jauh. Selain itu, fungsi untuk tempat menginap tamu pejabat penting seperti menteri hingga presiden menurutnya kurang pas. “Mana orang mau nginap di situ. Kalau vila cocok di situ karena gunung-gunung, mana jalannya sempit lagi,” tuturnya.
Dituturkannya, pembangunan Guest House juga bisa mematikan bisnis hotel hingga tempat pertemuan, karena Kota Tarakan sangat representatif tempat-tempat pertemuan. Sehingga bisa membuat bobrok ekonomi.
“Saya kira pejabat-pejabat mana mau tinggal di tempat seperti itu, paling hotel bintang lima, atau bintang 4 swiss-belhotel. Gak mungkin presiden mau nginap di situ. Sehingga kita juga sepakat 2021 sama seperti Kanal Bandara meminta supaya jangan dilanjutkan dulu. Toh itu tidak apa-apa jika tidak dilanjutin, bukan barang yang basi. Kalau ada APBN silakan,” tutupnya.
Editor: Aldi S