Mengenal Lebih Dekat Keindahan dan Kehidupan Masyarakat Desa Setulang (1)
Selalu menghadirkan keindahan alam yang menakjubkan dan keramahan masyarakatnya yang hangat. Terletak di tengah-tengah hutan tropis yang subur, Setulang menjadi destinasi eksplorasi yang menarik bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan alam Indonesia yang luar biasa.
SETIA PRAMANA PUTRA, DKISP Kaltara
DESA SETULANG merupakan salah satu desa terletak di Kecamatan Malinau Selatan Hilir, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Salah satu daya tarik utama Desa Setulang adalah keindahan alamnya. Dikelilingi oleh pepohonan rimbun, pegunungan yang menjulang, dan sungai yang mengalir deras, desa ini menawarkan panorama alam yang menakjubkan.
Selain pesona alamnya, kehangatan masyarakat Desa Setulang juga menjadi daya tarik tersendiri. Warga desa dikenal ramah dan sambutannya hangat terhadap para tamu yang datang berkunjung.
Putra (34), salah satu rombongan tim Program Layanan Dokter Terbang Kalimantan Utara (Pro Lantera Ku) yang baru saja mengunjungi Desa Setulang, berkata, “Ini adalah pengalaman yang luar biasa. Alamnya sangat indah, dan penduduknya sangat ramah.
“Saya merasa diterima dengan hangat dan mendapatkan kenangan tak terlupakan di sini,” ucapnya.
Dengan pesona alamnya dan kehangatan masyarakatnya, Desa Setulang semakin menarik. Keberadaannya menjadi potret kekayaan alam dan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
“Semoga Desa Setulang terus berkembang sebagai destinasi pariwisata unggulan dan memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat lokal,” katanya lagi.
Seperti diketahui, aktivitas masyarakat Desa Setulang sehari-hari adalah bertani dan berkebun. Disebut sebagai Desa Wisata, Di Desa Setulang kita bisa melihat banyak hal yang berkaitan dengan seni dan budaya khas yang masih dilestarikan budaya adat Dayak Kenyah (Oma Lung).
Bersama 4 desa wisata yang ada di Kabupaten Malinau, Desa Setulang telah diresmikan menjadi kawasan tujuan wisata Kabupaten Malinau pada tanggal 28 Oktober 2013 lalu.
Warga di sana tak hanya mempertahankan bahasa, hukum adat, tetapi juga budaya dalam kehidupan sehari-harinya. (bersambung)