Connect with us

Tarakan

Ikut Tolak UU Omnibuslaw, Begini Pernyataan Walikota Khairul

Newstara.com TARAKAN – Walikota Tarakan dr. Khairul ikut menolak pemberlakukan UU Cipta Kerja Omnibuslaw dan dihadapan ribuan kelompok massa yang berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Tarakan di Jalan jenderal Sudirman Tarakan, mantan Sekretaris Kota ini memastikan pihaknya akan membuat surat penolakan Omnibuslaw tersebut.

“Kepada seluruh aliansi buruh, mulai dari SP KAHUT Indo, SPSI, dan kita sepakat untuk bersama-sama menolak dan meneruskan penolakan UU Omnibuslaw yang khusus untuk Cipta Lapangan Kerja yang merugikan para pekerja,” tutur dr. Khairul M. Kes dihadapan para demonstran pada Senin pagi, (12/10/2020).

dr. Khirul juga akan segera mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan peraturan pengganti pasal dalam UU Cipta Kerja tersebut,” sambungnya.

Selain itu, para buruh dan mahasiswa akan bertemu besok pukul 10.00 pagi untuk membuat konsep surat dan ditanda tangani oleh pimpinan DPRD dan dikirim ke Presiden, Ketua DPR RI dan Menteri Dalam Negeri.

“Kita sepakati juga besok jam 10.00 pagi, kita membuat konsep suratnya bersama-sama lalu kita kirim ke Presiden, DPR RI, dan Mendagri,” ucapnya.

Sekedar informasi, isi UU Cipta Kerja Omnibuslaw yang terdiri dari 174 pasal tersebut dinilai merugikan para buruh. Pasal-pasal yang dianggap merugikan itu adalah:

1. Upah Minimum

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dibuat bersyarat dengan memerhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus dalam RUU Cipta Kerja.

2. Pesangon

Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah dalam UU Cipta Kerja. Dimana dalam 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

3. Kontrak Kerja

Skema Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dihapus batas waktunya membuat buruh dapat dikontrak seumur hidup tanpa menjadi karyawan tetap.

4. Outsourcing

UU Cipta Kerja Omnibuslaw dimana kontrak outsourcing disebut dapat seumur hidup dan diterapkan tanpa batas jenis pekerjaan, karena sebelumnya outsourcing dibatasi untuk 5 jenis pekerjaan.

5. Kompensasi Minimal 1 Tahun

Kompensasi pekerja yang diberikan bila masa kerja sudah mencapai minimal satu tahun, sehingga kontrak kerja yang tidak memiliki batasan waktu maka buruh yang dikontrak di bawah satu tahun tidak akan mendapatkan kompensasi kerja.

6. Waktu Kerja

Penolakan buruh terkait waktu kerja yang disepakati dalam UU Cipta Kerja karena bersifat eksploitatif dan cenderung berlebihan. Waktu kerja diduga diatur lebih fleksibel untuk pekerjaan paruh waktu menjadi paling lama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Sedangkan untuk pekerjaan khusus seperti di sektor migas, pertambangan, perkebunan, pertanian dan perikanan dapat melebihi 8 jam per hari.

7. Hak Upah Cuti yang Hilang

Hak cuti melahirkan dan haid tidak dihilangkan, namun selama cuti buruh tidak dibayar. (No work no pay). Dan hal ini bertentangan dengan dengan Organisasi perburuhan internasional (ILO).

Reporter: Kristianto Triwibowo
Sumber : Dari Berbagai Sumber

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in Tarakan