Connect with us

IslamNewstara

Khotbah Jum’at, Ahsanul Qasas Dari Kisah Nabi Yusuf AS

Ilustrasi. (Ft. Dok)

Oleh : Ustadz Muhammad Fitroh

Petikan:

Penjara, sakit, perpisahan, kesedihan, kesulitan, atau direndahkan orang lain semuanya hanya sementara, dan kelak akan berganti dengan kebahagiaan sejati.

Bismillahirrahmanirrahim

إن الحمر ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

الحمد لله رب العالمين القائل : وَوَصَّیۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٰلِدَیۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ وَفِصَـٰلُهُۥ فِی عَامَیۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِی وَلِوَٰلِدَیۡكَ إِلَیَّ ٱلۡمَصِیرُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ القَوِيْمِ وَدَعَا إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

أما بعدُ فيا عباد الله أوصيكم وإيّاي نفسي بتقوى الله حقّ تقاته فقد فاز المتقون.

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَٰذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ

“Kami menceritakan kepadamu ahsanul qasas dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelumnya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.”

Perhatikanlah Surat Yusuf ayat 3 di atas, ketika Allah menyebutkan ada sebuah kisah dalam Al-Quran yang dinobatkan sebagai ahsanul qasas, yang artinya kisah yang paling baik.

Sebagaimana kita ketahui, Al-Quran banyak berkisah. Seperti Nabi Adam di surga, Nabi Musa melawan Fir’aun, para pemuda Ashabul Kahfi, hingga semutnya Nabi Sulaiman. Semua kisah yang tercantum dalam Al-Quran adalah husnul qasas (kisah yang baik). Namun ternyata Allah mendaulat satu di antaranya sebagai ahsanul qasas (kisah yang paling baik).

Tak lain dan tak bukan, yang terpilih sebagai ahsanul qasas adalah kisah Nabi Yusuf sendiri. Secara ringkas ceritanya dimulai ketika Nabi Yusuf dipisahkan dari ayahnya, sampai sang ayah kehilangan penglihatan karena banyak bersedih dan menangis.

Nabi Yusuf lantas menjadi pelayan rumah tangga bagi seorang pejabat pemerintah, namun beliau difitnah hingga dijebloskan ke dalam penjara. Berkat pengetahuan ta’wil mimpi yang dimiliki, Nabi Yusuf akhirnya bebas.

Ia kemudian diangkat menjadi petinggi kerajaan, hingga akhirnya Nabi Yusuf bisa kembali kepada ayahnya tercinta. Bahkan penglihatan sang ayah pulih lagi dengan izin Allah.

Dari rangkaian perjalanan kisah Nabi Yusuf di atas, terlihatlah mengapa cerita ini disebut sebagai ahsanul qasas. Karena pesan yang terkandung di dalamnya sangat jelas sekali kepada setiap mukmin, bahwa:

– Yang dipenjara kelak akan bebas
– Yang sakit kelak akan sembuh
– Yang berpisah kelak akan kembali
– Yang bersedih kelak akan bergembira
– Yang sulit kelak akan mudah
– Yang direndahkan kelak akan ditinggikan

Semua yang terjadi pada seorang mukmin itu akan indah pada waktunya. Maka tanamkan keyakinan kepada Allah bahwa segala rencana-Nya adalah yang paling baik. Penjara, sakit, perpisahan, kesedihan, kesulitan, atau direndahkan orang lain semuanya hanya sementara, dan kelak akan berganti dengan kebahagiaan sejati.

Yakinlah sepenuhnya kepada Allah, sehingga cerita hidup kita pun nanti akan menjadi ahsanul qasas versi kita sendiri.

Selain berbicara tentang Nabi Yusuf, ternyata kandungan dalam Surat Yusuf yang menyebabkannya mendapat gelar sebagai Ahsanul Qasas adalah kisah tentang gamis sang Nabi dalam surat tersebut.

Kata “gamis” sendiri sepanjang surat ini disebut sebanyak enam kali, namun jika dibagi menurut sebab-akibatnya hanya terbagi menjadi dua bagian saja. Pertama, gamis yang berkenaan dengan ayahnya. Kedua, gamis yang berkaitan dengan istri Al-Aziz.

Ayat 18 dari Surat Yusuf merekam awal mula kesedihan ayahnya yaitu ketika putra-putranya kembali ke rumah tidak bersama adik mereka Yusuf, dan hanya membawa pulang gamisnya saja seraya mengatakan bahwa ia diterkam serigala.

وَجَاءُوا عَلَىٰ قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ

“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu.”

Meski gamis tersebut adalah awal kesedihan ayahnya, namun pada ayat 93 lantas disebutkan bahwa gamis pula yang menjadi awal kebahagiaan sang ayah, yaitu ketika ia menerima gamis Nabi Yusuf dan penglihatannya menjadi pulih.

اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هَٰذَا فَأَلْقُوهُ عَلَىٰ وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلِكُمْ أَجْمَعِينَ

“Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali. Dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku.”

Dapatkah kita mengambil hikmah dari kedua ayat di atas? Bahwa gamis yang menjadi awal kesedihan ternyata di kemudian hari menjadi awal kebahagiaan.

Maka berbaik sangka lah pada segala sesuatu yang saat ini menjadi penyebab kesedihan kita, boleh jadi di kemudian hari sesuatu yang sama itu pula yang menjadi penyebab kebahagiaan kita.

Kisah gamis tidak berhenti sampai di sini. Masih ada satu episode lagi yang diungkap dalam surat yang sama, yaitu ketika istri Al-Aziz hendak melakukan perbuatan tidak terpuji dengan membuka paksa gamis sang Nabi, seperti termaktub dalam ayat 25.

وَاسْتَبَقَا الْبَابَ وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ

“Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak.”

Namun kejadian tersebut tertangkap tangan oleh Al-Aziz, abcdan demi melihat gamis Nabi Yusuf tercabik seperti itu secara spontan istrinya mengarang-ngarang cerita bahwa Nabi Yusuf lah yang memulai lebih dulu insiden tersebut.

Rupanya gamis itu menjadi awal musibah yang mencoreng nama baik sang Nabi. Tetapi Allah Maha Adil lagi Bijaksana, pada ayat 28 digambarkan bahwa gamis itulah yang menyadarkan orang-orang tentang hal yang sebenarnya. Kini gamis tersebut berubah menjadi awal karunia yang memulihkan nama baik sang Nabi.

فَلَمَّا رَأَىٰ قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ ۖ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ

“Maka tatkala Al-Aziz melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang berkatalah dia, “Sesungguhnya itu adalah di antara tipu daya kamu (wahai istriku), sesungguhnya tipu daya kamu adalah besar.”

Hikmahnya masih senada dengan kisah sebelum ini. Bahwa gamis yang menjadi awal musibah ternyata di waktu berikutnya menjadi awal karunia.

Maka berbaiksangkalah pada segala sesuatu yang saat ini menjadi penyebab musibah kita, boleh jadi di waktu-waktu berikutnya sesuatu yang sama itu pula yang menjadi penyebab karunia kita.

Sebenarnya setiap manusia punya gamisnya sendiri. Yaitu segala sesuatu yang mengawali kesedihan mereka. Oleh karena itu, ingatlah baik-baik pelajaran dari Ahsanul Qasas ini, bahwa boleh jadi gamis yang sama itulah kelak yang akan mengawali kebahagiaan kita.

اقل هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ أن ه هي الغفورحىم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

اَمَّا بعر

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in IslamNewstara