Newstara.com TARAKAN – Panjangnya antrian dan kemacetan yang kerap terjadi di SPBU Kota Tarakan merupakan salah satu fenomena sosial yang tak berujung sejak lama. Bahkan, hingga saat ini tak kunjung ada solusinya dan bertambah amburadul serta memprihatinkan. Dilihat pada satu sisi hukum dan sosial kemasyarakatan maka keluhan terus terjadi dan mengebiri hak-hak masyarakat Tarakan.
Ketua DPD KNPI Kota Tarakan (Karateker) Akbar Syarief mengatakan antrian yang panjang merupakan salah satu tragedi karena setiap hari hingga berbulan-bulan dan bertahun-tahun, kebijakan liar tersebut menjadi buah tontonan yang membosankan karena sudah keluar dari ketentuan yang seharusnya.
“Tragedi ini sudah bukan rahasia umum, karena nampak jelas bahwa selalunya kondisi SPBU itu dibanjiri penghisap BBM yang tidak mengantongi izin resmi. Pengetap itu di depan mata, tidak sembunyi-sembunyi dan dibuktikan adanya mobil dan motor bertangki besar yang berjejer bahkan bermalam di depan SPBU, dan para penggandeng jerigen jumbo juga ikut berpartisipasi setiap pagi dalam rangka meramaikan lomba antrian paling depan, dan lomba pengisian BBM paling cepat,” ujar Akbar Syarief melalui press rilies yang diterima Newstara.com pada Kamis pagi, (28/11/2019) di Tarakan.
Menurutnya, hingga saat ini petugas berwenang masih acuh dan buta tuli, bahkan lebih memilih diam melihat kondisi antrian BBM yang amburadul tersebut. Sementara, kita ketahui bahwa tindakan pengecer BBM yang menjual BBM di luar SPBU atau melakukan niaga tanpa izin usaha niaga, merupakan tindak pidana kejahatan, sebagaimana di atur dalam pasal 53 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Secara pribadi, saya tidak keberatan jika para pengetap tetap memperoleh kebijakan istimewa. Kenapa saya katakan istimewa? Karena notabenenya jelas bahwa hal ini adalah perkara yang melanggar UU Migas sebagaimana yang termaktub dalam pasal 53 dan pasal 55 UU RI Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,” ujar Akbar Syarief.
“Namun, jangan berarti kebijakan istimewa ini boleh bercampur manja. Sudah dikasih hati, tapi masih minta jantung, dalam arti bahwa sudah diberikan kebijakan yang istimewa dengan tidak mengindahkan UU Migas, tetapi ditambah lagi sesukanya memotong hak pelayanan umum yang seyogyanya harus di prioritaskan,” tambahnya.
Menurutnya, dibutuhkan kerjasama yang baik dengan seluruh pihak, khususnya para pengetap. Sehingga pelayanan kepentingan umum tidak menjadi korban. Bahkan, Bahkan, ironisnya konsekuensi antri yang berkepanjangan justru dibebankan kepada masyarakat yang lebih luas lalu menguntungkan segelintir pihak yang sifatnya hanya membawa kepentingan pribadi dan kelompok. Yakni pengetap hingga pengusaha yang operasionalnya menyedot BBM dalam skala besar bahkan mungkin penimbun.
“Kondisi seperti ini tentu sudah bukan soal yang tidak adil lagi, tapi sangat tidak adil, karena mestinya di balik dong, utamakan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Sehingga harapannya adalah para pengetap harus menerima dan siap dengan segala konsekuensinya, jika masih melanggar, tidak mau diatur, tidak tertib, maka saya mempertegas agar para pemangku tupoksi silahkan ambil sikap dengan menindak tegas tanpa pandang bulu, tidak tebang pilih, anti pilih kasih, jangan diskriminasi. Dalam konteks sosial, para pengetap adalah sahabat kita semua. Tetapi dalam konteks hukum, tidak ada kompromi dengan sahabat, terlebih lagi kekasih,” ucapnya.
Akbar menjelaskan para pengambil kebijakan atau pihak-pihak yang berkewenangan mengurus terkait hal tersebut dapat mengatur, menertibkan dan mengakomodir dengan sebaiknya dalam bentuk yang berkeadilan, serta dalam wujud kebersamaan yang lebih bersahabat. Pemerintah diharapkan dapat mengambil peran untuk memberantas gangguan ini berangkat dari akarnya.
“Saya bukan punya bermaksud untuk mempersulit para pengetap, tapi mohon dimengerti jika saya hanya ingin menyederhanakan problem ini untuk tujuan yang berkeadilan dan kebersamaan yang bersahabat. Dengan kata lain silahkan pemerintah memberi kebijakan, tentu dengan menciptakan jalan tengahnya, yaitu dengan mengatur jadwal kapan mereka boleh mengetap,” tuturnya.
“Ada waktu-waktu tertentu yang tidak berbenturan dengan waktu aktifitas dan rutinitas masyarakat luas, khususnya para pekerja kantor yang juga mengejar jam kerja untuk memberikan pelayanan umum lainnya di tempat mereka masing-masing bekerja. Sehingga semua pelayanan umum lainnya juga bisa terakomodir dengan baik, antrian dan kemacetan bisa ditertibkan, semua pelayan bergerak lancar, tidak lagi mengganggu kepentingan masyarakat luas,” tambahnya.
Baginya, prioritas pelayanan umum yang lainnya akan macet, karena tidak terakomodir BBM dan akan berimbas pada pelayanan masyarakat lainnya. Bahkan, antrian SPBU berimbas kepada pelayanan umum jadi terhambat dan harus dibedakan jam operasional khusus pengetap seperti pada pukul 20.00 WITe atau di atasnya.
“Sekali lagi saya sampaikan bahwa selama itu tidak mengganggu hak pelayanan kepentingan umum, maka saya pribadi tidak mempermasalahkan mereka untuk mengetap, jadi prinsipnya jangan mendahului kepentingan pelayanan hak orang banyak,” tutupnya. (***)