Newstara.com TARAKAN – Mukhlis Ramlan, Kuasa Hukum Nur Aksa Yahya (NAY) menegaskan bahwa kliennya tidak bisa lepas dari sebuah rangkaian berita yang berkaitan dengan tragedi terbaliknya mobil plat merah bernomor KU 1034 B di Jalan Poros Desa Ardi Mulyo Kabupaten Bulungan, pada Senin lalu, (18/05/2020). Sehingga, NAY sebagai Direktur media online Benuanta cukup memahami kode etik jurnalis dalam kritikan dan bukan pada ranah ujaran kebencian, sehingga dalam sebuah pemberitaan tersebut tidak dapat dikatakan “Person to Person”.
“Adanya informasi pemberitaan itu kan karena pemberitaan dari Benuanta, mereka tahu informasinya kan dari media juga, artinya jika melaporkan kliennya maka tentu dari media itu satu rangkaian dalam tragedi plat merah tersebut, dan ini terjadi karena berita bukan karena kata-kata tapi dari informasi dari media,” tuturnya tutur Mukhlis Ramlan kepada Newstara pada Jumat malam, (29/05/2020) melalui selulernya.
“Sekaligus kritikan itu menjadi ruang komunikasi ke publik, jadi satu kaitan dengan peristiwa hukum ke Polres Bulungan kalau dipisahkan, justru saya bertanya kepada pengacaranya dari mana dia dapat infromasi kan itu dari media, maka media masuk dalam UU Pers, dan apakah sudah melakukan konfirmasi ke Dewan Pers, belum justru langsung burur-buru somasi,” sambungnya.
Mukhlis menambahkan jika sebuah kritikan lalu dibalas dengan sebuah somasi maka kliennya sudah benar untuk melakukan somasi balik, karena secara faktual dilapangan kliennya justru mendapat laporan hukum serta tanggapan yang berlebihan hingga fitnah yang direkayasa dan dimanipulasi serta disiarkan dalam media online berbeda.
“Sementara Kapolres Bulungan juga sudah membenarkan bahwa memang benar adanya kejadian kecelakaan itu, apanya yang hoax dan sebagai Pengacara kita harus dapat memberikan edukasi hukum kepada masyarakat dan menyampaikan hal yang benar,” sambungnya.
Menurutnya, jika berbicara secara jurnalis maka silahkan laporkan Nur Aksa Yahya kepada Dewan Pers, namun tidak membentuk opini publik yang mengkonotasikan kliennya tidak profesional. Padahal, kliennya memahami betul sebuah kritik di ruang publik dan akhirnya kliennya ikut melaporkan kembali ke Polda Kaltara dan diharapkan terbuka semuanya soal tragedi plat merah itu, karena secara etika dan faktual jurnalis maka apa yang disampaikan sudah benar dan utuh tanpa di potong-potong oleh kliennya.
“Dan kita sudah meleaporkannya kepada Polda Kaltara dan meminta dilakukan secara cepat dan profesional karena ini sudah jelas ada tragedi mobil plat merah terbalik,” ujarnya.
“Ini sudah masuk dalam kriminalisasi jurnalis dan saudara Gusti juga senin besok kita layangkan laporan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), karena bukan juga seorang pejabat eselon, bukan juga pejabat besar dan kenapa harus menanggapi secara berlebihan,” sambungnya.
“Saya ini bingung dengan pengelolaan di Provinsi Kaltara ini karena sedikit-sedikit laporkan warganya yang melakukan kritikan ke Polisi dan seolah-olah menakut-nakutin, dan saya khawatir habis nanti penduduk Kaltara ini akan dilaporkan ke Polisi semua, seperti membungkam demokrasi,” sambungnya lagi.
Menurutnya, mulai dari Gubernur, Sekprov hingga staffnya sangat alergi dengan kritikan karena sedikit-sedikit melapor. Seharusnya dapat dibedakan antara kritik dengan ujaran kebencian, selain itu kliennya pun sudah melakukan konfirmasi bahkan terdapat foto-foto dokumentasi yang memperkuat tragedi mobil plat merah terbalik tersebut dan keliennya tidak pernah sedikitpun menyebut sebuah nama.
“Seharusnya kalau ada yang protes atau kritik, dijawablah dan klien saya tidak pernah menyebut nama dalam pemberitaan dan kalau protes kan ada hak jawab, bukan lewat seorang pengacara yang melakukan freeming bahwa klien kami telah memberikan kebohongan serius dan oke lah kalau memang begitu maka kita laporkan balik dong,” ucapnya.
Menurutnya, dalam UU Jurnalis bahwa partisipasi seorang jurnalis dalam melakukan kritikan adalah sebuah kekuatan demokrasi, dan jika diruntuhkan maka selesai sudah nilai-nilai demokrasi. Apalagi, kritikan merupakan bagian dari penguatan ruang publik.
“Dan kembali lagi ke tadi, kalau mau menuruti maka habis semua penduduk Kaltara, siapa yang mengkritik raja maka akan dihabisin, dan seolah-olah Kepolisian mau dibenturkan, kan ini klien saya mengkritik ditengah pandemi Covid-19 kenapa Kepala Daerah tidak konsen melakukan penanganan tapi justru mengurus proyek,” tutur Mukhlis.
“Itu mereka loh yah yang bilang proyek, mereka sendiri yang membuka urus proyek, meninjau proyek dan sementara kepala daerah lain sibuk urus pandemi Corona, kok situ malah sibuk urus proyek, lalu saat publik mengkritik apa salahnya, harusnya instropeksi dong, minta maaf ke publik kami lalai kan begitu, dan serahkan semuanya kepada Kepolisian karena ini mobil APBD dari pajak rakyat dan seterusnya,” sambungnya.
Mukhlis mengatakan dirinya sangat miris dengan pengelolaan Kaltara saat ini, yang senang melakukan laporan kepada rakyatnya. Namun, dirinya pun senang bersama rakyat Kaltara untuk membela rakyat mulai dari jurnalis, petani, tukang kebun dan lainnya.
“Saya sudah serahkan tadi laporan ke Polda Kaltara, dan tadi dikatakan berkasnya dikirimkan saja karena Tarakan sedang PSBB, setelah sampai berkas akan ditindaklanjuti laporan pengaduan itu oleh internal Kepolisian, llau senin besok kita laporan juga ke Komisi Aparatur Sipil Negara dan Kemendagri,” tutupnya.
Reporter: Aldi S