Oleh : Febri Widiyanto
Newstara.com JAKARTA – Tidak terlalu asing mendengar sosok Anis Matta bagi kalangan aktivis dan politisi. Kiprahnya 20 tahun lebih merasakan asam garam masih membekas bagi kalangan yang lahir di era 80an. Terlebih bagi generasi yang haus membaca buku pergerakan menemukan tulisan nya tidaklah terlalu sulit.
Jejak nya juga makin moncer ketika menjadi sekjen PKS tak tergantikan hingga didapuk menjadi Presiden PKS. Suatu posisi prestisius di alam demokrasi. Namun menjadi nahkoda partai di saat menghadapi badai menjadi tak seindah yang diharapkan. Terlebih beban mesti dipikul kala PKS diprediksi tenggelam.
Namun seperti pepatah “kita tidak akan mampu merubah arah angin, namun kita bisa merubah layarnya” . Inilah yang layak disematkan pada sosok Anis matta. Dia mampu membawa PKS survive lolos melewati Parlementary thereshold.
Bagai Dua Sejoli
Lain Anis Matta, lain Fahri Hamzah. Fahri hamzah terlahir menjadi Aktivis sejak mahasiswa. Pendiri Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini setia menjadi wasekjen PKS mendampingi Anis Matta. Serupa dengan Anis, tidak asing melihat wajah Fahri tampil di layar kaca.
Kesamaan keduanya, selain pernah menjadi petinggi PKS dan saat ini Partai Gelora Indonesia ialah sama- sama pernah menduduki wakil ketua DPR. Loyalitas keduanya juga teruji saat Fahri Hamzah dipaksa keluar dari PKS hingga akhirnya melahirkan ormas Garbi dan Partai Gelora.
Beda PKS, beda Gelora
Partai Gelombang Rakyat Indonesia resmi diajukan ke kemenkumham pada 10 November lalu. Uniknya tanggal tersebut bertepatan hari pahlawan dan hari lahir Fahri Hamzah. Sama halnya deklarasi Partai Gelora Indonesia yang bersamaan dengan Sumpah Pemuda dan hari lahir ketua umumnya Anis Matta. Nampak keduanya dilahirkan pada momen kebangsaan.
Lain halnya PKS, partai Gelora lahir sebagai organisasi politik yang tidak mengusung simbol islam politik. Ditegaskan Anis Matta, Partai Gelora adalah partai Nasionalis Religius, Asasnya Pancasila.
Yang menarik dari Partai Gelora selang 10 hari deklarasi yakni tepat 10 November 2019 terbentuk pula kepengurusan wilayah. Yang menarik diantara kepengurusan itu usia ketua dewan pimpinan wilayah yang relatif muda.
Salah satunya propinsi termuda Kaltara yang diemban Surya Yuniza yang saat ini berusia 34 tahun. Mengelola partai baru dengan jangkauan wilayah yang luas menjadi tantangan pemuda asal Lampung itu.
Dengan target ikut dalam arena pilkada dan persiapan 2024 tentu bukan hal yang mudah. Namun Partai Gelora Indonesia bukan di isi orang-orang baru dalam politik. Inilah yang mesti menjadi kejutan bagi Partai berlogo ombak ini.
Jika Partai Keadilan harus mengganti namanya menjadi PKS selama 5 tahun akibat tidak lolos PT. Bisakah partai Gelora Indonesia tetap dengan namanya. Hanya waktu yang bisa menjawab. Seperti kata Anis Matta, tidak ada jaminan bahwa Partai Gelora Indonesia bisa lebih baik, tapi tidak salahnya mencoba.
Selamat atas deklarasi Partai Gelora Indonesia…