Newstara.com JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang telah melanda sejak tahun 2019 hingga saat ini telah memporak-porandakan perekonomian negara maju, bahkan tercatat ratusan ribu nyawa telah melayang diseluruh belahan dunia. Namun, saat ini muncul kekhawatiran baru terkait Virus Nipah.
The Guardian dalam laporannya mengatakan dalam hasil studi independen menyebutkan bahwa tidak ada satupun perusahaan farmasi besar di dunia yang siap jika terjadi pandemi berikutnya.
Jayasree K. Iyer, Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation, yaitu sebuah nirlaba yang berbasis di Belanda, menyoroti wabah Virus Nipah yang terjadi di China, dengan tingkat kematian hingga 75 persen, dan berpotensi menjadi risiko pandemi besar berikutnya setelah Covid-19.
“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar. Nipah bisa meledak kapan saja. Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang resistan terhadap obat,” ujarnya saat dikutip dari The Guardian.
Virus Nipah sebenarnya telah masuk dalam 10 penyakit menular dari 16 penyakit yang teridentifikasi WHO sebagai risiko kesehatan terbesar masyarakat, selain itu juga muncul MERS dan SARS yang juga penyakit pernapasan. Namun, Virus Nipah tidak telalu menular tapi memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi daripada Covid-19.
Saat ini tercatat Binatang Kelelawar Buah menjadi inang alami Virus Nipah bahkan dengan angka kematian 40 persen – 75 persen, dan ada beberapa alasan mengapa Virus Nipah sangat menyeramkan karena masa inkubasi penyakit yang lama bisa mencapai 45 hari dalam satu kasus, dapat memberikan banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, bahkan banyak mereka tidak sadar telah tertular dan ikut menyebarkannya.
Virus ini juga dapat menginfeksi berbagai macam hewan, membuat kemungkinan penyebarannya lebih mungkin terjadi. Penularan virus ini juga bisa melalui kontak langsung atau dengan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi.
Seseorang dengan Virus Nipah akan mengalami gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, kelelahan, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang hingga mengakibatkan kematian.
Kedua negara yang dilaporkan terserang Virus Nipah adalah Bangladesh dan India yang kemungkinan penyebabnya adalah konsumsi jus kurma. Dimana pada malam hari, saat kelelawar terinfeksi terbang ke perkebunan kurma dan mengambil sari buahnya saat keluar dari pohon. Kelelawar tersebut kemungkinan buang air kecil di pot penampung.
Penduduk yang tidak tahu akan membelinya lalu pada hari berikutnya dari pedagang kaki lima setempat, meminumnya dan terinfeksi penyakit tersebut.
Dari 11 wabah Virus Nipah di Bangladesh dari tahun 2001 hingga 2011, tercatat 196 orang terdeteksi dengan 150 jiwa di antaranya meninggal dunia.
Veasna Duong, kepala unit virologi di laboratorium penelitian ilmiah Institut Pasteur Phnom Penh, Kamboja, mengatakan bahwa jus kurma juga sangat populer di negaranya.
Duong dan timnya telah menemukan bahwa kelelawar buah di Kamboja dapat terbang jauh hingga 100 kilometer setiap malam untuk mencari buah. Sehingga, penduduk di wilayah tersebut perlu khawatir, tidak hanya tentang terlalu dekat dengan kelelawar, namun dalam mengonsumsi produk yang mungkin telah terkontaminasi oleh kelelawar yang terinfeksi Virus Nipah.
Editor: Mufreni